10/8/11

HAKIKAT MENGAJAR

BAB I
PENDAHULUAN


Ada pandangan yang menyatakan bahwa pendidikan itu didapat oleh pelajar, bukan diterima. Pandangan senada menyatakan bahwa guru tidak dapat memberikan pendidikan apa pun kepada pelajar, etapi pelajar itulah yang harus mendapatkannya. Pandangan-pandangan yang menekankan faktor penting keaktifan pelajar ini mungkin tidak bermaksud mengecilkan arti penting pengajaran. Namun, pada kenyataannya pengajaran menjadi sesuatu yang terabaikan. Memang pada akhirnya hasil yang dicapai oleh pelajar dari belajarnya tergantung pada usahanya sendiri, tetapi bagaimana usaha itu terkondisikan banyak dipengaruhi oleh factor pengajaran yang dilakkan oleh guru.
Pengajaran hendaknya dipandang sebagai variable bebas (independent variable), yaitu suatu kondisi yang harus dimanipulasikan, suatu rangkaian yang harus diambil dan dilaksanakan oleh guru. Pandangan seoerti ini akan memungkinkan guru untuk melakukan hal-hal sebagai berikut:
a)      Mengusahakan lingkkungan yang menguntungkan bagi kegiatan belajar;
b)      Mengatur bahan pengajaran dalam suatu organisasi yang memudahkan pelajar untuk mencernanya;
c)      Memilih suatu strategi mengajar yang optimal berdasarkan pertimbangan efektifitas dan sebagainya; serta
d)     Memilih alat-alat audio-visual yang tepat untuk keperluan belajar pada pelajar.
Pada waktu yang sama, pandangan tersebut akan menyarankan cara-cara yang dapat merangsang dan medorong para pelajar untuk siap, mau, dan mampu belajar. Hal ini pada gilirannnya akan mengarah secara langsung kepada suatu teori motivasi, dan kepada suatu teori pendidikan tentang pertumbuhan kepribadian.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    MODEL PENGAJARAN
Perhatian terhadap pengajaran telah memunculkan model-model dengan acuan yang berbeda. Di bawah ini akan dikemukakan dua model, yaitu model pengajaran beracuan prosedur dan model pengajaran beracuan tujuan.
1.      Model pengajaran beracuan prosedur
Perhatian yang terpusat pada prosedur intruksional ini berimplikasi pada pandangan tentang criteria efektifitas pengajaran, bahwa pengajaran efektif dan guru yang efektif ditentukan oleh prosedur yang digunakan oleh guru. Hingga kini sulit sekali ditemukan atribut-atribut umum yang menunjuk kepada pengajaran atau guru yang efektif. Yang ada, efektifita pengajaran selalu dilihat dari hubungannya dengan guru tertentu yang mengajarkan pengajaran tertentu kepada pelajar tertentu dengan situasi tertentu dalam usaha mencapai tujuan intruksional tertentu.
Hakikat pengajaran sedemikian khusus sehingga prosedur yang vbaik seorang guru mungkin buruk bagi guru yang lain. Sebagian guru mungkin mahir dalam memimpin diskusi pada suatu kelas dan untuk mencapai suatu tujuan, tetapi pada kelas tertentu dan tujuan tertentu, diskusi mungkin tidak cocok digunakan. Kombinasi sifat-sifat kepribadian yang membentuk seorang guru jelas begitu bervariasi sehingga apa yang cocok bagi seorang guru tidak selau dapat diharapkan cocok bagi koleganya. Pendek kata, pengajaran yang beracuan prosedur tidak memadai untuk pengambilan keputusan intruksional oleh guru.
2.      Model pengaran yang beracuan tujuan
Model intruksional yang beracuan tujuan mula-mula memperhatikan soal perilaku yang seharusnya ditunukkan oleh pelajar pada akhir pengajaran setelah perilsku pelajar yang diinginkan itu (baca: tujuan) dirumuskan secara spesifik, pemilihan prosedur pengajaran akan menjadi mudah dan jauh lebuh efektif.
Pencapaian tujuan merupakan standar untuk menilai efektifitas suatu pengajaran, bukan terlaksanakannya prosedur-prosedur, bukan pula adanya rasa senang yang ditunjukkan oleyh para pelajar terhadap cara guru mengajar.

B.     KOMPONEN-KOMPONEN PENGAJARAN
Model yang beracuan tujuan terdiri atas empat komponen utama yang menitikneratkan/menekankan pada pengambilan keputusan intelektual oleh guru sebelum dan sesudah pengajaran. Komponen-komponen yang dimaksud adalah:
1.      Menentukan tujuan yang spesifik
Tujuan-tujuan pengajaran harus dirumuskan secara spesifik dalam bentuk perilaku akhir pelajar. Setiap pendidik mengakui pentingnya penentuan tujuan, karena pendidikan memang proses yang bertujuan.
2.      Penilaian pendahuluan
Pada langkah ini guru memriksa perilaku awal siswa. Lankah ini didasarkan konsep konsep belajar yang dimanifestasikan dalam perubahan. Sudah barang tentu untuk mengetahui ada tidaknya perubahan sebagai hasil belajar perlu perbandingan antara kondisi awal dan kondisi akhir pelajar.
3.      Pengajaran
Pada langkah ini guru merencanakan program pengajaran yang diharapkan dapat mengantarnya untuk mencapai tujuan-tujuan yang dikehendaki. Tujuan yang telah dirumuska denagn jelas sangat membantu guru dalam membuat perencanaan. Demikian pula halnya dengan prinsip-prinsip psikologi.
4.      Evaluasi
Pada langkah ini guru menilai taraf pencapaian tujuan-tujuan pembelajaran oleh para pelajar. Masalah pengembangan proedur penilaian sudah barangtentu akan terpecahkan jika tujuan telah dirumuskan secara spesifik. Tidak jarang tujuan yang sangat spesifik juga memuat pernyataan tentang prosedur penilaian. Pada hakikatnya tujuan dan penilaian seharusnya sama, yaitu butir-butir tes seharusnya disusun sesuai dengan jenis perilaku yang ditentukan dalam tujuan.

C.    GURU SEBAGAI MANAGER
Dalam system pengjaran gaya bank, gur berperan sebagia pelaksana sumber belajar, dalam artu melaksanakan dirinya sebagai sumber belajar. Dalam system pengajaran yang demokratis, guru dapat memerankan dirinya sebagai pengelola dan pelaksana sumber belajar. Apabila guru dengan sengaja menciptakan suatu lingkungan belajar didalam kelasnya dengan maksud mewujud tujuan yang telah ia rumuskan sebelumnya, maka ia bertindak sebagi gueu manager.
Davies telah mengidentifikasi empat fungsi umum yang merupakan ciri pekerjaan seorang guru manager:
a)      Merencanakan
b)      Mengorganisasikan
c)      Memimpin
d)     Mengawasi
Empat fungsi pengelolaan ini di atas merupakan suatu lingkaran atau sikluskegiatan yang saling berhubungan. Secara bersama-sama, fungsi-fungsi tersebut menunjukkan kawasan khusus kemampuan professional seorang guru.
D.    KOMUNIKASI DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
Terdapat tiga pola komunikasi yang dapat digunakan untuk mengembangkan interaksi antara guru dan pelajar.
1.      Komunikasi satu arah
Dalam komunikasi ini guru berperan sebagai pemberi aksi dan pelajar sebagai penerima aksi. Guru aktif pelajar pasif. Ceramah pada dasarnya adalah komunikasi satu arah, atau komunikasi sebagai aksi. Komunikasi jenis ini kurang banyak menghidupkan kegiatan pelajar belajar.
2.      Komunikasi dua arah
Komunikasi ini bersifat interaktif, karena guru dan pelajar dapat berperan sama, yakni saling memberi dan menerima aksi. Komunikasi ini jauh lebih baik daripada yang pertama, sebab kegiatan guru dan kegiatan pelajar relative sama.

3.      Komunikasi banyak arah
Komunikasi ini tidak hanya melibatkan interaksi dinamis antara guru dan pelajar, tetapi juga melibatkan interaksi dinamis antara pelajar yang satu dan pelajar lainnya. Proses belajar-mengajar dengan pola komunikasi ini mengarah pada proses pengajaran yang mengembangkan kegiatan optimal, sehingga mendorong pelajar untuk belajar aktif. Diskusi dan simulasi merupakan strategi yang dapat mengembangkan komunikasi ini.

E.     FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS PENGAJARAN
Guru adalah variable bebas yang diduga mempengaruhi kualitas pengajaran. Cukup beralasan mengapa guru mempunyai pengaruh dominan terhadap terhadap kualitas pengajara, sebab guru adalah sutadara dan sekaligus actor dalam proses pengajaran, atau manager sekaligus pelaksana pengajaran.
Kualitas pengajaran dipengarhi juga oleh karakteristik kelas. Variable karakteristik kelas terdiri atas:
a)      Ukuran kelas. Artinya, banyak sedikitnya jumlah pelajar yang belajar. Ukuran yang biasa digunakan ialah ratio guru dengan pelajar. Diduga makin besar jumlah pelajar yang harus dilayani dalam suatu kelas, makin rendah kualita pengajaran, begitu pula sebaliknya.
b)      Suasana belajar. Suasana belajar yang demokratis lebih kondusif bagi pencapaian hasi belajar yang optimal dibandingkan dengan suasana belajar yang kaku dan disiplin yang ketat dengan otoritas pada guru.
c)      Fasilitas dan sumber belajar yang tersedia. Artinya kelas gharus menyediakan berbagai sumber belajar seperti buku pelajaran, alat peraga, dan lain-lain. Disamping itu, hrus diusahakan agar pelajar diberi kesempatan untuk berperan sebagai sumber belajar.




F.     PRINSIP-PRINSIP MENGAJAR
Penggunaan prinsip mengajar bisa direncanakan guru sebelum proses belajar mengajar berlangsung, bisa puola secara spontan dilaksanakan pada saat berlangsungnya proses belajar mengajar, terutama bila kondisi belajar sudah menurun. Beberapa prinsip belajar yang penting ialah motivasi, kooperasi dan kompetisi, korelasi dan intregasi, aplikasi dan transformasi, serta individualitas.
1.      Motivasi
Motivasi ialah kekuatan tersembunyi di dalam diri seseorang ang mendorongnya untuk berkelakuan dan bertindak dengan cara yang khas.
Motivasi hendaknya tidak dianggap sebagai prasyarat mutlak untuk kegiatan belajar. Lebih baik motivasi dianggap sebagai kemauan biasa untuk memasuki suatu situasi belajar. Kegiatan belajar tidak perlu ditundasampai ada motivasi yang tepat untuk belajar. Strategi yang paling baik mungkin tidak menghiraukan ada atau tidaknya motivasi, tetapi memusatkan perhatian pada penyampaian bahan pelajaran engancara yang begitu rupa sehingga motiasi pelajar dapat dikembangkan dan diperkuat selama proses belajar.
Tugas seorang guru adalah memberiakan motivasi positif kepada pelajar sehingga pelajar tidak mempunyai motivasi yang salah dalam belajar.
2.      Kooperasi dan kompetisi
Banyak stimulus belajar yang menuntut adanya kerja sama antar pelajar dalam pemecahannya. Kerja sama dalam kegiatan belajar sangat dilaksanakan, bukan hanya ingin memperoleh hasil yang optimal, melainkan juga karena merupakan usaha memupuk sikap gotong royong, toleransi, kepekaan social, sikap demokratis, saling menghargai, dan memupuk keterampilan mengadakan interaksi social. Lebih dari itu belajar bersama akan menumbuhkan semangat dan motivasi belajar pelajar.
Kompetisi atau persaingan dapat juga diterapkan dalam proses belajar-mengajar asal dalam bentuk perorangan. Kelompok belajar dituntut bersaing untuk berprestasi, misalnya dalam hal kecapatan melaksanakan pekerjaan atau tugas, ketepatan jawaban dari tugas yang dikerjakannya, kerapihan tugas dan pekerjaan, kebersamaan dalam melaksanakan tugas belajar, dan lain-lain.
3.      Korelasi dan intregasi
Ingatan manusia sangat terbatas. Apa yang sudah dipelajarinya kadang-kadang tidak bertahan lama dalam ingatannya. Salah satu usaha agar bahan yang sudah dipelajari atau sedang dipelajari cukup lama diingat oleh pelajar adalah menerapkan prinsip korelasi dan integrasi.
Guru harus mengupayakan agar bahan pengajarn dan kegiatan belajar selalu dikaitkan dengan apa yang telah mereka miliki sebelumnya, dan mengaitkannya dengan contoh-contoh dan peristiwa nyata dalam kehidupan pelajar.
4.      Aplikasi dan transformasi
Aplikasi dan transformasi atau penerapan dan pemindahan merupakan hal penting dalam perbuatan belajar. Sejalan dengan korelasi dan intregasi, penerapan dan pemindahan berfungsi untuk memperkuat ingatan atau daya simpan informasi pada pelajar.
Dalam Pendidikan Agama Islam, aplikasi dan transformasi mendapat perhatian khusus; bahkan beberapa aspek hasil belajar harus dimanifestasikan dalam bentuk tersebut. Aspek inilah yang dikenal dengan al-tarbiyah al-'amalyiyah. Manifestasinya di dalam Al-Qur'an diungkapkan dengan kata-kata amal saleh yang selalu dihubungkan dengan kata-kata iman. Dasar-dasarnya di dalam al-Qur'an antara lain sebagai berikut:
والذين امنوا وعملوالصالحات اولئك اصحاب الجنة هم فيها خالدون (البقرة 82)
Dan orang-orang yang beriman serta beramal saleh, mereka itu penghuni surha; mereka kekal di dalamnya. (Q.s. al-Baqarah, 2:82)
Aplikasi dan transforamsi merupakan manifestasi belajar yang bermanfaat. Rasulullah saw. Bersabda:
سلوا الله علما نافعا وتعوذوا بالله من علم لاينفع (ابن ماجه)

Mohonlah kepada Allah dari ilmu yang bermanfaat dan berlindunglah kepada Allah dari ilmu yang tidak bermanfaat. (HR Ibnu Majah)
5.      Individualitas
Tidak ada dua orang individu yang sama, baik dari segi psikis maupun dari segi fisik. Kemampuan pelajar sebagai individu berbeda satu sama lain. Perbaedaan tersebut Nampak dalam minat, perhatian, sikap, cara belajar, kebiasaan belajar , motivasi belajar dan lain-lain. Menuntut kegiatan atau proses belajar dan hasil belajar yang sama dari setiap pelajar pada hakikatnya mengingkari adanya perbadaan individu. Namun, menyesuaikan pengajaran kepada orang demi orang bukanlah cara yang bijaksana. Prinsip individualias tidak berarti member pelayanan secara perorangan, tetapi menyesuaikan dengan kemampuan rata-rata pelajar, memberikan bantuan dan bimbingan kepada pelajar yang mememrlukannya, member kesempatan pada setiap pelajar untuk melkukan cara belajar sesuai dengan dirinya.














BAB III
PENUTUP

Yang menjadi persoalan utama proses pengajaran ialah adanya proses belajar pada pelajar, yakni proses perubahan tingkah laku pelajar melalui berbagai pengalaman yang diperolehnya. Untuk itu perlu dikembangkan, diciptakan, dan diatur situasi yang memungkinkan pelajar melakukan proses belajar, sehingga tingkah lakunya bisa berubah dalam proses pengajaran. Dengan demikian, pengajaran pada hakikatnya adalah suatu proses yang dilakukan oleh guru, yaitu proses mengelola lingkungan, baik berupa benda mati maupun benda hidup yang ada di sekitar pelajar sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong mereka melakukan proses belajar. Dalam pandangan ini tersirat bahwa peran seorang guru adalah manager belajar yang memiliki fungsi-fungsi: merencanakan, mengorganisasikan, memimpin, dan mengawasi.
Prinsip-prinsip mengajar yang dijelaskan di atas tidak digunakan secara sendiri-sendiri, tapi tidak bisa dilaksanakan secara simultan. Perbedannya hanya pada tekanan yang akan diutamakan dari prinsip-prinsip tersebut sesuai dengan kondisi pada saat proses belajar-mengajar berlangsung.









DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur'an al-Karim
Al-hadits al-Nabawiyyah
Namsa, Yunus. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Pustaka Firaus, 2000.
Tafsir, Ahmad. Metodik Khusus Pendidikan Agama Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992.
Zaini, Syahminan; dan Muahaimin. Belajar sebagai Sarana Perkembangan Fiyrah Manusia. Jakarta : Kalam Mulia, 1991.

No comments:

Post a Comment