PENDAHULUAN
Perhatian dunia
terhadap nasib perempuan dalam tingkat internasional dan dalam format
yang sangat jelas, di mulai pada tahun 1975 M, karena pada waktu itu Majlis
Umum PBB menetapkannya sebagai ( Tahun Perempuan International )
Dan pada tahun tersebut diadakan konferensi dunia pertama tentang perempuan,
tepatnya di Mexico. Kemudian pada tahun 1979, Majlis
Umum PBB mengadakan konferensi dengan tema “Convention on the Elimination
of All Forms of Discrimination Againts Woment , yang di singkat
CEDAW ( Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap
Perempuan ) . Secara aklamasi , para peserta konferensi menandatangani
kesepakatan yang terdiri dari 30 pasal dalam 6 bagian yang bertujuan
untuk menghapus semua bentuk diskriminasi terhadap perempuan tersebut. Dan yang
lebih menarik lagi, kesepakatan ini diperlakukan secara “ paksa “ kepada seluruh
negara yang dianggap sepakat terhadapnya, baik secara eksplisit maupun
implisit. Barang kali sebagian orang menyambut gembira kesepakatan
tersebut , karena menjanjikan kemerdekaan , kebebasan dan masa depan perempuan.
Namun , tidak semua
orang berpikir seperti, paling tidak bagi seorang DR. Fuad Abdul Karim , justru
menganggapnya sebagai konferensi yang paling berbahaya yang ada kaitannya
dengan perempuan. Beliau menemukan tiga indikasi yang mengarah kesana, yaitu :
Pertama : munculnya anggapan bahwa
agama merupakan pemicu berbagai bentuk diskriminasi terhadap perempuan.
Kedua : mengaitkan hak- hak perempuan
pada seluruh segi kehidupan , yang meliputi : ilmu pengetahuan , politik,
ekonomi , sosial, budaya dan lain- lainya, tentunya dengan pola pikir Barat ,
yaitu mengusung hak- hak perempuan yang yang berlandaskan dua hal :
kebebasan penuh dan persamaan secara mutlak. .
Ketiga : Konferensi tersebut, merupakan
satu satunya kesepakatan yang mengikat kepada seluruh negara yang ikut
menandatanginya , dan harus melasanakan segala isinya, tanpa boleh mengritik
pasal- pasal yang ada di dalamnya.
Berhubung sebagian
perempuan muslimat belum mau mengikuti pola pikiran barat tersebut, maka PBB
telah menetapkan bahwa tahun 2000 M , merupakan batas terakhir untuk
seluruh negara agar ikut menandatangani kesepakatan tersebut, sekaligus tahun
itu di gunakan PBB untuk menetapkan langkah- langkah strategis agar wanita
muslimah dengan segera mengikuti dan mempraktekan kesepakatan tesebut.
Salah satu langkah strategis
yang di tempuh adalah sosialisasi istilah “ Gender “ . Istilah ini
dilontarkan pertama kalinya pada konferensi Beijing. Pada waktu itu
banyak negara dan utusan yang menolak istilah tersebut , karena tidak ada
kejelasan. Ternyata dikemudian hari ditemukan bahwa “ Gender “ , secara umum
digunakan untuk mengindentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi
sosial- budaya. Sementara itu, “ sex “ secara umum digunakan
untukmengindentifikasi perbedaan laki- laki dan perempun dari segi
anatomi biologi.
Dalam makalah ini,
penulis berusaha untuk mendiskusikan kembali isu- isu tersebut ,
dan berusaha untuk menjawab syubhat- syubhat yang sering dilontarkan
dengan menukil beberapa pernyataan ulama seputar isu- isu tersebut.
Karena terbatasnya waktu dan tempat, penulis hanya membahas beberapa ayat
gender , yang sering dijadikan menjadi bahan justifikasi oleh para
pengusung isu gender. Diantaranya yang ada di dalam surat al Nisa.
PEMBAHASAN
Al Qur’an secara umum
dan dalam banyak ayatnya telah membicarakan relasi gender, hubungan
antara laki- laki dan perempuan, hak- hak mereka dalam konsepsi yang rapi,
indah dan bersifat adil. Al Qur’an yang diturunkan sebagai petunjuk manusia,
tentunya pembicaraannya tidaklah terlalu jauh dengan keadaan dan kondisi
lingkungan dan masyrakat pada waktu itu. Seperti apa yang disebutkan di dalam
Q.s. Al- Nisa, yang memandang perempuan sebagai makhluk yang mulia dan
harus di hormati, yang pada satu waktu masyarakat Arab sangat tidak menghiraukan
nasib mereka.
Sebelum diturunkan
surat Al- Nisa ini, telah turun dua surat yang sama – sama membicarakan wanita,
yaitu surat Al –Mumtahanah dan surat Al- Ahzab . Namun pembahasannya belum
final, hingga diturunkan surat al-Nisa’ ini. Oleh karenanya, surat ini disebut
dengan surat Al Nisa’ al Kubro , sedang surat lain yang membicarakan perempuan
juga , seperti surat al –Tholak, disebut surat al-Nisa’ al Sughro.
Surat Al Nisa’ ini
benar- benar memperhatikan kaum lemah, yang di wakili oleh anak- anak yatim,
orang-orang yang lemah akalnya, dan kaum perempuan.
Maka , pada ayat pertama surat al-Nisa’
kita dapatkan , bahwa Allahtelah menyamakan kedudukan laki- laki dan perempuan
sebagai hamba dan makhluk Allah, yang masing- masing jika beramal sholeh ,
pasti akan di beri pahala sesuai dengan amalnya. Kedua-duanya tercipta
dari jiwa yang satu ( nafsun wahidah ) , yang
mengisyaratkan bahwa tidak ada perbedaan antara keduanya. Semuanya di bawah
pengawasan Allah serta mempunyai kewajiban untuk bertaqwa kepada-Nya ( ittaqu
robbakum ) .
Kesetaraan yang telah
di akui oleh Al Qur’an tersebut, bukan berarti harus sama antara laki- laki dan
perempuan dalam segala hal.Untuk menjaga kesimbangan alam ( sunnatu tadafu’
) , harus ada sesuatu yang berbeda, yang masing-masing mempunyai fungsi dan
tugas tersendiri. Tanpa itu , dunia, bahkan alam ini akan berhenti dan
hancur. Oleh karenanya, sebgai hikmah dari Allah untuk menciptakan dua
pasang manusia yang berbeda, bukan hanya pada bentuk dan postur tubuh serta
jenis kelaminnya saja, akan tetapi juga pada emosional dan komposisi
kimia dalam tubuh. Hal ini akibat membawa efek kepada perbedaan dalam tugas
,kewajiban dan hak. Dan hal ini sangatlah wajar dan sangat logis. Ini bukan
sesuatu yang di dramatisir sehingga merendahkan wanita, sebagaimana anggapan
kalangan feminis dan ilmuan Marxis. Tetapi merupakan bentuk sebuah keseimbangan
hidup dan kehidupan, sebagiamana anggota tubuh manusia yang berbeda- beda tapi
menuju kepada persatuan dan saling melengkapi.Oleh karenanya, suatu yang sangat
kurang bijak, kalau ada beberapa kelompok yang ingin memperjuangkan kesetaraan
antara dua jenis manusia ini dalam semua bidang.
Al Qur’an telah
meletakkan batas yang jelas dan tegas di dalam masalah ini, salah satunya
adalah ayat- ayat yang terdapatdi dalam surat al Nisa. Terutama yang
menyinggung konsep pernikahan poligami, hak waris dan dalam menentukan
tanggungjawab di dalam masyarakat dan keluarga.
Ayat Alqur’an surah An-Nisaa’ ayat 34, seringkali di jadikan dalil bagi
mereka yang beranggapan bahwa dalam islam, kedudukan laki-laki lebih mulia dari
pada wanita. Padahal jika di telaah lebih dalam, sesungguhnya ayat tersebut
sebenarnya memuliakan wanita karena dalam ayat tersebut, tugas mencari nafkah
di bebankan
kepada laki-laki. Ayat tersebut juga
menjelaskan secara implisit bahwa tidak ada diskriminasi antara laki-laki dan
wanita, akan tetapi yang membedakan antara keduanya adalah dari segi
fungsionalnya karena kodrat masing-masing.
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاء بِمَا فَضَّلَ
اللّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنفَقُواْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ
فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللّهُ
وَاللاَّتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي
الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلاَ تَبْغُواْ عَلَيْهِنَّ
سَبِيلاً إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلِيّاً كَبِيراً ﴿النساء:٣٤﴾
“kaum
laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah
melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita),
dan Karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka,
sebab itu maka wanita yang saleh ialah yang ta’at kepada Allah lagi memelihara
diri ketika suaminya tidak ada. Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya
maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka dari tempat tidur mereka, dan
pukullah mereka. Kemudian jika mereka menta’atimu, maka janganlah kamu
mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi Lagi
Maha Benar.”(an-Nisa’/4:34)
Dari ayat tersebut, sesungguhnya dapat kita ketahui bahwa
keistimewaan laki-laki dari pada wanita salah satunya adalah karena tanggung
jawabnya dalam memberi nafkah pada keluarganya. Maka ketika seorang laki-laki
tidak menunaikan tanggung jawab sebagai kepala keluarga, maka boleh jadi
kedudukannya tidak jauh berbeda.
PENUTUP
Jadi,persamaan ini memang ada dalam
Islam,tetapi tidak sama dengan persamaan yang dipersepsikan oleh orang-orang
Barat. Karena persamaan Gender dalam Islam adalah penghormatan terhadap kaum
wanita, yang lebih dikenal dengan taklif syar’i. Dan inilah hakekat persamaan
dalam Islam. Sebagaimana tercantum dalam QS.At-Taubah : 71
Artinya: ”Dan orang-orang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagaimana mereka (adalah) menjadi penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat Alaoh, sesungguhnya Allah maha perkasa lagi maha bijaksana”.
Ayat ini menjelaskan bahwa adanya persamaan hak antara laki-laki dan perempuan, tetapi bukan berarti persamaan secara mutlak. Dan tentunya harus sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadist serta tidak mengekor pada budaya-budaya Barat yang jelas-jelas melenceng dari Al-Qur’an dan Hadist.
Demikian uraian singkat ini, semoga bermanfaat dan dapat memperkaya pengetahuan kita. Dan hanya pada Allah SWT jualah kita mohon petunjuk.
Artinya: ”Dan orang-orang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagaimana mereka (adalah) menjadi penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat Alaoh, sesungguhnya Allah maha perkasa lagi maha bijaksana”.
Ayat ini menjelaskan bahwa adanya persamaan hak antara laki-laki dan perempuan, tetapi bukan berarti persamaan secara mutlak. Dan tentunya harus sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadist serta tidak mengekor pada budaya-budaya Barat yang jelas-jelas melenceng dari Al-Qur’an dan Hadist.
Demikian uraian singkat ini, semoga bermanfaat dan dapat memperkaya pengetahuan kita. Dan hanya pada Allah SWT jualah kita mohon petunjuk.
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Nasaruddin
Umar, MA , Argumen Kesetaraan Jender, Pespektif Al Qur’an , Jakarta
: Paramidana, 1999.
DR. Siti Musdah
Mulia, MA, Gerakan Feminisme diIndonesia, makalah tersebut
disampaikan pada Lokakarya dan Silaturohmi Kader NU Luar Negri yang
diselenggakan oleh PCINU Mesir, ( 30 Juni s/d 1 Juli 2003 , di Kairo.
)
Syekh Muhammad
al Madani , al Mujtama’ al Islamy kama tunadhimuhu surat an Nisa’
( Kairo : Kementrian Wakaf, Majlis A’la li syuuni Islamiyah , 1991 )
No comments:
Post a Comment